10 Contoh Tradisi Islam
di Nusantara (Budaya)
Bacaan madani 10:41:00 PM Kisah Islami , Sejarah Islam 0 Comments
Melestarikan Tradisi atau Budaya Islam di Nusantara.
Tradisi adalah kebiasaan atau adat istiadat yang dilakukan turun temurun
oleh masyarakat. Sebagaimana diketahui bahwa sebelum Islam datang,
masyarakat Nusantara sudah mengenal berbagai kepercayaan dan memiliki
beragam tradisi lokal. Melalui kehadiran Islam maka kepercayaan dan
tradisi di Nusantara tersebut membaur dan dipengaruhi nilai-nilai Islam.
Karenanya muncullah tradisi Islam Nusantara sebagai bentuk akulturasi
antara ajaran Islam dengan tradisi lokal Nusantara. Tradisi Islam di
Nusantara digunakan sebagai metode dakwah para ulama zaman itu. Para
ulama tidak memusnahkan secara total tradisi yang telah ada di
masyarakat. Mereka memasukkan ajaran-ajaran Islam ke dalam tradisi
tersebut, dengan harapan masyarakat tidak merasa kehilangan adat dan
ajaran Islam dapat diterima.
Seni budaya, adat, dan tradisi yang bernapaskan Islam tumbuh dan
berkembang di Nusantara. Tradisi ini sangat bermanfaat bagi penyebaran
Islam di Nusantara. Untuk itulah, kita sebagai generasi muda Islam harus
mampu merawat, melestarikan, mengembangkan dan menghargai hasil karya
para ulama terdahulu.
Mengingat zaman modern sekarang ini ada sebagian kelompok yang
mengharamkan dan ada sebagian yang menghalalkan. Mereka yang
mengharamkan beralasan pada zaman Rasulullah saw. tidak pernah ada.
Mereka yang membolehkan dengan dasar bahwa tradisi tersebut digunakan
sebagai sarana dakwah dan tidak bertentangan dengan syariat Islam. Kita
sebagai generasi penerus Islam kita harus bijaksana dalam menyikapi
tradisi tersebut. Memang harus diakui ada tradisi-tradisi lokal yang
tidak sesuai dengan Islam. Tradisi seperti ini harus kita tolak, dan
buang supaya tidak ditiru oleh generasi berikutnya.
Generic Banner
Para ulama dan wali pada zaman dahulu tentu telah mempertimbangkan
tradisi-tradisi tersebut dengan sangat matang baik dari segi
madharatmafsadat maupun halal-haramnya. Mereka sangat paham hukum agama,
sehingga tidak mungkin mereka menciptakan tradisi tanpa
pertimbanganpertimbangan tersebut.
Banyak sekali tradisi atau budaya Islam yang berkembang hingga saat ini.
Semuanya mencerminkan kekhasan daerah atau tempat masingmasing. Berikut
ini adalah beberapa tradisi atau budaya Islam dimaksud.
1. Tradisi Halal Bihalal.
Halal bihalal dilakukan pada Bulan Syawal, berupa acara saling
bermaaf-maafan. Setelah umat Islam selesai puasa ramadhan sebulan penuh
maka dosa-dosanya telah diampuni oleh Allah Swt. Namun, dosa kepada
sesama manusia belum akan diampuni Allah Swt. jika belum mendapat
kehalalan atau dimaafkan oleh orang tersebut. Oleh karena itu tradisi
halal bihalal dilakukan dalam rangka saling memaafkan atas dosa dan
kesalahan yang pernah dilakukan agar kembali kepada !trah (kesucian).
Tradisi ini erat kaitannya dengan perayaan Idul Fitri.
Tujuan halal bihalal selain saling bermaafan adalah untuk menjalin tali
silaturahim dan mempererat tali persaudaraan. Sampai saat ini tradisi
ini masih dilakukan di semua lapisan masyarakat. Mulai keluarga, tingkat
RT sampai istana kepresidenan. Bahkan acara halal bihalal sudah menjadi
tradisi nasional yang bernafaskan Islam.
Generic Banner
Istilah halal bihalal berasal dari bahasa Arab (halla atau halal) tetapi
tradisi halal bi halal itu sendiri adalah tradisi khas bangsa
Indonesia, bukan berasal dari Timur Tengah. Bahkan bisa jadi ketika arti
kata ini ditanyakan kepada orang Arab, mereka akan kebingungan dalam
menjawabnya.
Halal bihalal sebagai sebuah tradisi khas Islam Indonesia lahir dari
sebuah proses sejarah. Tradisi ini digali dari kesadaran batin
tokoh-tokoh umat Islam masa lalu untuk membangun hubungan yang harmonis
(silaturahim) antar umat. Dengan acara halal bihalal, pemimpin agama,
tokoh-tokoh masyarakat dan pemerintah akan berkumpul, saling
berinteraksi dan saling bertukar informasi. Dari komunikasi ini akan
mempererat kekeluargaan dan dapat menyelesaikan berbagai masalah yang
ada. Pada acara halal bihalal semua orang mengucapkan mohon maaf lahir
dan batin. Hal ini mengandung maksud bahwa ketika secara lahir telah
memaafkan yang ditandai dengan berjabat tangan atau mengucapkan kata
maaf, maka batinnya juga harus dengan tulus memaafkan dan tidak lagi
tersisa rasa dendam dan sakit hati.
2. Tradisi Tabot atau Tabuik.
Tabot atau Tabuik, adalah upacara tradisional masyarakat Bengkulu untuk
mengenang kisah kepahlawanan dan kematian Hasan dan Husein bin Ali bin
Abi Thalib, cucu Nabi Muhammad saw. Kedua cucu Rasulullah saw. ini gugur
dalam peperangan di Karbala, Irak pada tanggal 10 Muharam 61 Hijriah
(681 M). Perayaan di Bengkulu pertama kali dilaksanakan oleh Syaikh
Burhanuddin yang dikenal sebagai Imam Senggolo pada tahun 1685. Syaikh
Burhanuddin menikah dengan wanita Bengkulu kemudian keturunannya disebut
sebagai keluarga Tabot. Upacara ini dilaksanakan dari 1 sampai 10
Muharram (berdasar kalendar Islam) setiap tahun.
Istilah Tabot berasal dari kata Arab, “tabut”, yang secara har!ah
berarti kotak kayu atau peti. Tidak ada catatan tertulis sejak kapan
upacara Tabot mulai dikenal di Bengkulu. Namun, diduga kuat tradisi ini
dibawa oleh para tukang yang membangun Benteng Marlborought (1718-1719)
di Bengkulu. Para tukang bangunan tersebut, didatangkan oleh Inggris
dari Madras dan Bengali di bagian selatan India.
3. Tradisi Kupatan (Bakdo Kupat)
Di Pulau Jawa bahkan sudah berkembang ke daerah-daerah lain terdapat
tradisi kupatan. Tradisi membuat kupat ini biasanya dilakukan seminggu
setelah hari raya Idul Fitri. Biasanya masyarakat berkumpul di suatu
tempat seperti mushala dan masjid untuk mengadakan selamatan dengan
hidangan yang didominasi kupat (ketupat). Kupat merupakan makanan yang
terbuat dari beras dan dibungkus anyaman (longsong) dari janur kuning
(daun kelapa yang masih muda). Sampai saat ini ketupat menjadi maskot
Hari Raya Idul Fitri.
Ketupat memang sebagai makanan khas lebaran. Makanan itu ternyata bukan
sekadar sajian pada hari kemenangan, tetapi punya makna mendalam dalam
tradisi Jawa. Oleh para Wali, tradisi membuat kupat itu dijadikan
sebagai sarana untuk syiar agama. Oleh sebagian besar masyarakat, kupat
juga menjadi singkatan atau di-jarwo dhosok-kan menjadi rangkaian kata
yang sesuai dengan momennya yaitu Lebaran. Kupat adalah singkatan dari
ngaku lepat (mengakui kesalahan) dan menjadi simbol untuk saling
memaafkan.
4. Tradisi Sekaten di Surakarta dan Yogyakarta.
Tradisi Sekaten dilaksanakan setiap tahun di Keraton Surakarta Jawa
Tengah dan Keraton Yogyakarta. Tradisi ini dilaksanakan dan dilestarikan
sebagai wujud mengenang jasa-jasa para Walisongo yang telah berhasil
menyebarkan Islam di tanah Jawa. Peringatan yang lazim dinamai Maulud
Nabi itu, oleh para wali disebut Sekaten, yang berasal dari kata
Syahadatain (dua kalimat Syahadat). Tradisi ini sebagai sarana
penyebaran agama Islam yang pada mulanya dilakukan oleh Sunan Bonang.
Dahulu setiap kali Sunan Bonang membunyikan gamelan diselingi dengan
lagu-lagu yang berisi ajaran agama Islam serta setiap pergantian pukulan
gamelan diselingi dengan membaca syahadatain.
Jadi, Sekaten diadakan untuk melestarikan tradisi para wali dalam
memperingati kelahiran Nabi Muhammad saw. Sebagai tuntunan bagi umat
manusia, diharapkan masyarakat yang datang ke Sekaten juga mempunyai
motivasi untuk mendapatkan berkah dan meneladani Nabi Muhammad saw.
Dalam upacara Sekaten tersebut disuguhkan gamelan pusaka peninggalan
dinasti Majapahit yang telah dibawa ke Demak. Suguhan ini sebagai
pertanda bahwa dalam berdakwah para wali mengemasnya dengan menjalin
kedekatan kepada msyarakat.
5. Tradisi Grebeg.
Tradisi untuk mengiringi para raja atau pembesar kerajaan. Grebeg
pertama kali diselenggarakan oleh keraton Yogyakarta oleh Sultan
Hamengkubuwono ke-1. Grebeg dilaksanakan saat Sultan memiliki hajat
dalem berupa menikahkan putra mahkotanya. Grebek di Yogyakarta di
selenggarakan 3 tahun sekali yaitu:
Pertama grebek pasa-syawal diadakan setiap tanggal 1 Syawal bertujuan
untuk menghormati Bulan Ramadhan dan Lailatul Qadr.
Kedua grebeg besar, diadakan setiap tanggal 10 dzulhijjah untuk
merayakan hari raya kurban.
Ketiga grebeg maulud setiap tanggal 12 Rabiul awwal untuk memperingati
hari Maulid Nabi Muhammad saw. Selain kota Yogyakarta yang
menyelenggarakan pesta grebeg adalah kota Solo, Cirebon dan Demak.
6. Tradisi Grebeg Besar di Demak
Tradisi Grebeg Besar merupakan upacara tradisional yang setiap tahun
dilaksanakan di Kabupaten Demak Jawa Tengah. Tradisi ini dilaksanakan
pada tanggal 10 Dzulhijjah bertepatan dengan datangnya Hari Raya Idul
Adha atau Idul Kurban. Tradisi ini cukup menarik karena Demak merupakan
pusat perjuangan Walisongo dalam dakwah.
Pada awalnya Grebeg Besar dilakukan tanggal 10 Dzulhijjah tahun 1428
Caka dan dimaksudkan sekaligus untuk memperingati genap 40 hari
peresmian penyempurnaan Masjid Agung Demak. Mesjid ini didirikan oleh
Walisongo pada tahun 1399 Caka, bertepatan 1477 Masehi. Tahun berdirinya
masjid ini tertulis pada bagian Candrasengkala “Lawang Trus Gunaning
Janmo”.
Pada tahun 1428 tertulis dalam Caka tersebut Sunan Giri meresmikan
penyempurnaan masjid Demak. Tanpa diduga pengunjung yang hadir sangat
banyak. Kesempatan ini kemudian digunakan para Wali untuk melakukan
dakwah Islam. Jadi, tujuan semula Grebeg Besar adalah untuk merayakan
Hari Raya Kurban dan memperingati peresmian Masjid Demak.
7. Tradisi Kerobok Maulid di Kutai dan Pawai Obor di Manado.
Di kawasan Kedaton Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur, juga
diselenggarakan tradisi yang dinamakan Kerobok Maulid. Istilah Kerobok
berasal dari Bahasa Kutai yang artinya berkerubun atau berkerumun oleh
orang banyak. Tradisi Kerobok Maulid dipusatkan di halaman Masjid Jami’
Hasanuddin, Tenggarong. Tradisi ini dilaksanakan dalam rangka
memperingati kelahiran Nabi Muhammad saw., tanggal 12 Rabiul Awwal.
Kegiatan Kerobok Maulid ini diawali dengan pembacaan Barzanji di Masjid
Jami’ Hasanudin Tenggarong. Kemudian dari Keraton Sultan Kutai, puluhan
prajurit Kesultanan akan keluar dengan membawa usung-usungan yang berisi
kue tradisional, puluhan bakul Sinto atau bunga rampai dan Astagona.
Usung-usungan ini kemudian dibawa berkeliling antara Keraton dan Kedaton
Sultan dan berakhir di Masjid Jami’ Hasanuddin. Kedatangan prajurit
keraton dengan membawa Sinto, Astagona dan kue-kue di Masjid Hasanudin
ini akan disambut dengan pembacaan Asrakal yang kemudian
membagi-bagikannya kepada warga masyarakat yang ada di dalam Masjid.
Akhir dari upacara Kerobok ini ditandai dengan penyampaian hikmah maulid
oleh seorang ulama.
Lain di Kutai lain pula di Manado. Untuk memperingati Maulid nabi
Muhammad saw. warga muslim di Kota Manado, Sulawesi Utara, menggelar
tradisi pawai obor. Obor yang dibawa berpawai oleh ribuan warga membuat
jalan-jalan di Kota Manado terang. Bagi warga muslim setempat pawai obor
sudah jadi tradisi dan dilaksanakan turuntemurun sebagai simbol
penerangan. Lebih lanjut simbol penerangan itu bermakna bahwa kelahiran
Nabi Muhammad saw. adalah membawa ajaran yang menjadi cahaya penerang
iman saat manusia hidup dalam kegelapan dan kemusyrikan.
8. Tradisi Rabu Kasan di Bangka.
Tradisi Rabu Kasan dilaksanakan di Kabupaten Bangka setiap tahun,
tepatnya pada hari rabu terakhir bulan Safar. Hal ini sesuai dengan
namanya, yakni Rabu Kasan berasal dari Kara Rabu Pungkasan (terakhir).
Upacara Rabu Kasan sebenarnya tidak hanya dilakukan di Bangka saja,
tetapi juga di daerah lain, seperti di Bogor Jawa Barat dan Gresik Jawa
Timur. Pada dasarnya maksud dari tradisi ini sama, yaitu untuk memohon
kepada Allah Swt. agar dijauhkan dari bala’ (musibah dan bencana).
Di Kabupaten Bangka, tradisi ini dipusatkan di desa Air Anyer, Kecamatan
Merawang. Sehari sebelum upacara Rabu Kasan di Bangka diadakan, semua
penduduk telah menyiapkan segala keperluan upacara tersebut seperti
ketupat tolak balak, air wafak, dan makanan untuk dimakan bersama pada
hari Rabu esok hari.
Tepat pada hari Rabu Kasan, kira-kira pukul 07.00 WIB semua penduduk
telah hadir di tempat upacara dengan membawa makanan dan ketupat tolak
bala sebanyak jumlah keluarga masing-masing.
Acara diawali dengan berdirinya seseorang di depan pintu masjid dan
menghadap keluar lalu mengumandangkan adzan. Lalu disusul dengan
pembacaan doa bersama-sama. Selesai berdoa semua yang hadir menarik atau
melepaskan anyaman ketupat tolak balak yang telah tersedia tadi, satu
persatu menurut jumlah yang dibawa sambil menyebut nama keluarganya
masing-masing.
Kemudian dilanjutkan dengan acara makan bersama. Setelah itu,
masing-masing pergi mengambil air wafak yang telah disediakan untuk
semua angngota keluarganya. Setelah selesai acara ini mereka pulang dan
bersilahturahmi ke rumah tetangga atau keluarganya.
9. Tradisi Dugderan di Semarang.
Tradisi dugderan merupakan tradisi khas yang dilakukan oleh masyarakat
Semarang, Jawa Tengah. Tradisi Dugderan dilakukan untuk menyambut
datangnya bulan puasa. Dugderan biasanya diawali dengan pemberangkatan
peserta karnaval dari Balaikota Semarang.
Ritual dugderan akan dilaksanakan setelah shalat Asar yang diawali
dengan musyawarah untuk menentukan awal bulan Ramadan yang diikuti oleh
para ulama. Hasil musyawarah itu kemudian diumumkan kepada khalayak.
Sebagai tanda dimulainya berpuasa dilakukan pemukulan bedug. Hasil
musyawarah ulama yang telah dibacakan itu kemudian diserahkan kepada
Kanjeng Gubernur Jawa Tengah. Setelah itu Kanjeng Bupati Semarang
(Walikota Semarang) dan Gubernur bersama-sama memukul bedug kemudian
diakhiri dengan doa.
10. Tradisi atau Budaya Tumpeng.
Tumpeng adalah cara penyajian nasi beserta lauk-pauknya dalam bentuk
kerucut. Nasi tumpeng umumnya berupa nasi kuning, atau nasi uduk. Cara
penyajian nasi ini khas Jawa atau masyarakat Betawi keturunan Jawa, dan
biasanya dibuat pada saat kenduri atau perayaan suatu kejadian penting.
Meskipun demikian, budaya tumpeng sudah menjadi tradisi nasional bangsa
Indonesia. Tumpeng biasa disajikan di atas tampah (wadah tradisional)
dan dialasi daun pisang. Ada tradisi tidak tertulis yang menganjurkan
bahwa pucuk dari kerucut tumpeng dihidangkan bagi orang yang dituakan
dari orang-orang yang hadir. Ini dimaksudkan untuk menunjukkan rasa
hormat kepada orang tersebut. Saat ini budaya tumpeng sudah menjadi
tradisi nasional bangsa Indonesia.
Disalin dari : https://www.bacaanmadani.com/2018/02/10-contoh-tradisi-islam-di-nusantara.html
Terima kasih sudah berkunjung.
Disalin dari : https://www.bacaanmadani.com/2018/02/10-contoh-tradisi-islam-di-nusantara.html
Terima kasih sudah berkunjung.
10 Contoh Tradisi Islam
di Nusantara (Budaya)
Bacaan madani 10:41:00 PM Kisah Islami , Sejarah Islam 0 Comments
Melestarikan Tradisi atau Budaya Islam di Nusantara.
Tradisi adalah kebiasaan atau adat istiadat yang dilakukan turun temurun
oleh masyarakat. Sebagaimana diketahui bahwa sebelum Islam datang,
masyarakat Nusantara sudah mengenal berbagai kepercayaan dan memiliki
beragam tradisi lokal. Melalui kehadiran Islam maka kepercayaan dan
tradisi di Nusantara tersebut membaur dan dipengaruhi nilai-nilai Islam.
Karenanya muncullah tradisi Islam Nusantara sebagai bentuk akulturasi
antara ajaran Islam dengan tradisi lokal Nusantara. Tradisi Islam di
Nusantara digunakan sebagai metode dakwah para ulama zaman itu. Para
ulama tidak memusnahkan secara total tradisi yang telah ada di
masyarakat. Mereka memasukkan ajaran-ajaran Islam ke dalam tradisi
tersebut, dengan harapan masyarakat tidak merasa kehilangan adat dan
ajaran Islam dapat diterima.
Seni budaya, adat, dan tradisi yang bernapaskan Islam tumbuh dan
berkembang di Nusantara. Tradisi ini sangat bermanfaat bagi penyebaran
Islam di Nusantara. Untuk itulah, kita sebagai generasi muda Islam harus
mampu merawat, melestarikan, mengembangkan dan menghargai hasil karya
para ulama terdahulu.
Mengingat zaman modern sekarang ini ada sebagian kelompok yang
mengharamkan dan ada sebagian yang menghalalkan. Mereka yang
mengharamkan beralasan pada zaman Rasulullah saw. tidak pernah ada.
Mereka yang membolehkan dengan dasar bahwa tradisi tersebut digunakan
sebagai sarana dakwah dan tidak bertentangan dengan syariat Islam. Kita
sebagai generasi penerus Islam kita harus bijaksana dalam menyikapi
tradisi tersebut. Memang harus diakui ada tradisi-tradisi lokal yang
tidak sesuai dengan Islam. Tradisi seperti ini harus kita tolak, dan
buang supaya tidak ditiru oleh generasi berikutnya.
Generic Banner
Para ulama dan wali pada zaman dahulu tentu telah mempertimbangkan
tradisi-tradisi tersebut dengan sangat matang baik dari segi
madharatmafsadat maupun halal-haramnya. Mereka sangat paham hukum agama,
sehingga tidak mungkin mereka menciptakan tradisi tanpa
pertimbanganpertimbangan tersebut.
Banyak sekali tradisi atau budaya Islam yang berkembang hingga saat ini.
Semuanya mencerminkan kekhasan daerah atau tempat masingmasing. Berikut
ini adalah beberapa tradisi atau budaya Islam dimaksud.
1. Tradisi Halal Bihalal.
Halal bihalal dilakukan pada Bulan Syawal, berupa acara saling
bermaaf-maafan. Setelah umat Islam selesai puasa ramadhan sebulan penuh
maka dosa-dosanya telah diampuni oleh Allah Swt. Namun, dosa kepada
sesama manusia belum akan diampuni Allah Swt. jika belum mendapat
kehalalan atau dimaafkan oleh orang tersebut. Oleh karena itu tradisi
halal bihalal dilakukan dalam rangka saling memaafkan atas dosa dan
kesalahan yang pernah dilakukan agar kembali kepada !trah (kesucian).
Tradisi ini erat kaitannya dengan perayaan Idul Fitri.
Tujuan halal bihalal selain saling bermaafan adalah untuk menjalin tali
silaturahim dan mempererat tali persaudaraan. Sampai saat ini tradisi
ini masih dilakukan di semua lapisan masyarakat. Mulai keluarga, tingkat
RT sampai istana kepresidenan. Bahkan acara halal bihalal sudah menjadi
tradisi nasional yang bernafaskan Islam.
Generic Banner
Istilah halal bihalal berasal dari bahasa Arab (halla atau halal) tetapi
tradisi halal bi halal itu sendiri adalah tradisi khas bangsa
Indonesia, bukan berasal dari Timur Tengah. Bahkan bisa jadi ketika arti
kata ini ditanyakan kepada orang Arab, mereka akan kebingungan dalam
menjawabnya.
Halal bihalal sebagai sebuah tradisi khas Islam Indonesia lahir dari
sebuah proses sejarah. Tradisi ini digali dari kesadaran batin
tokoh-tokoh umat Islam masa lalu untuk membangun hubungan yang harmonis
(silaturahim) antar umat. Dengan acara halal bihalal, pemimpin agama,
tokoh-tokoh masyarakat dan pemerintah akan berkumpul, saling
berinteraksi dan saling bertukar informasi. Dari komunikasi ini akan
mempererat kekeluargaan dan dapat menyelesaikan berbagai masalah yang
ada. Pada acara halal bihalal semua orang mengucapkan mohon maaf lahir
dan batin. Hal ini mengandung maksud bahwa ketika secara lahir telah
memaafkan yang ditandai dengan berjabat tangan atau mengucapkan kata
maaf, maka batinnya juga harus dengan tulus memaafkan dan tidak lagi
tersisa rasa dendam dan sakit hati.
2. Tradisi Tabot atau Tabuik.
Tabot atau Tabuik, adalah upacara tradisional masyarakat Bengkulu untuk
mengenang kisah kepahlawanan dan kematian Hasan dan Husein bin Ali bin
Abi Thalib, cucu Nabi Muhammad saw. Kedua cucu Rasulullah saw. ini gugur
dalam peperangan di Karbala, Irak pada tanggal 10 Muharam 61 Hijriah
(681 M). Perayaan di Bengkulu pertama kali dilaksanakan oleh Syaikh
Burhanuddin yang dikenal sebagai Imam Senggolo pada tahun 1685. Syaikh
Burhanuddin menikah dengan wanita Bengkulu kemudian keturunannya disebut
sebagai keluarga Tabot. Upacara ini dilaksanakan dari 1 sampai 10
Muharram (berdasar kalendar Islam) setiap tahun.
Istilah Tabot berasal dari kata Arab, “tabut”, yang secara har!ah
berarti kotak kayu atau peti. Tidak ada catatan tertulis sejak kapan
upacara Tabot mulai dikenal di Bengkulu. Namun, diduga kuat tradisi ini
dibawa oleh para tukang yang membangun Benteng Marlborought (1718-1719)
di Bengkulu. Para tukang bangunan tersebut, didatangkan oleh Inggris
dari Madras dan Bengali di bagian selatan India.
3. Tradisi Kupatan (Bakdo Kupat)
Di Pulau Jawa bahkan sudah berkembang ke daerah-daerah lain terdapat
tradisi kupatan. Tradisi membuat kupat ini biasanya dilakukan seminggu
setelah hari raya Idul Fitri. Biasanya masyarakat berkumpul di suatu
tempat seperti mushala dan masjid untuk mengadakan selamatan dengan
hidangan yang didominasi kupat (ketupat). Kupat merupakan makanan yang
terbuat dari beras dan dibungkus anyaman (longsong) dari janur kuning
(daun kelapa yang masih muda). Sampai saat ini ketupat menjadi maskot
Hari Raya Idul Fitri.
Ketupat memang sebagai makanan khas lebaran. Makanan itu ternyata bukan
sekadar sajian pada hari kemenangan, tetapi punya makna mendalam dalam
tradisi Jawa. Oleh para Wali, tradisi membuat kupat itu dijadikan
sebagai sarana untuk syiar agama. Oleh sebagian besar masyarakat, kupat
juga menjadi singkatan atau di-jarwo dhosok-kan menjadi rangkaian kata
yang sesuai dengan momennya yaitu Lebaran. Kupat adalah singkatan dari
ngaku lepat (mengakui kesalahan) dan menjadi simbol untuk saling
memaafkan.
4. Tradisi Sekaten di Surakarta dan Yogyakarta.
Tradisi Sekaten dilaksanakan setiap tahun di Keraton Surakarta Jawa
Tengah dan Keraton Yogyakarta. Tradisi ini dilaksanakan dan dilestarikan
sebagai wujud mengenang jasa-jasa para Walisongo yang telah berhasil
menyebarkan Islam di tanah Jawa. Peringatan yang lazim dinamai Maulud
Nabi itu, oleh para wali disebut Sekaten, yang berasal dari kata
Syahadatain (dua kalimat Syahadat). Tradisi ini sebagai sarana
penyebaran agama Islam yang pada mulanya dilakukan oleh Sunan Bonang.
Dahulu setiap kali Sunan Bonang membunyikan gamelan diselingi dengan
lagu-lagu yang berisi ajaran agama Islam serta setiap pergantian pukulan
gamelan diselingi dengan membaca syahadatain.
Jadi, Sekaten diadakan untuk melestarikan tradisi para wali dalam
memperingati kelahiran Nabi Muhammad saw. Sebagai tuntunan bagi umat
manusia, diharapkan masyarakat yang datang ke Sekaten juga mempunyai
motivasi untuk mendapatkan berkah dan meneladani Nabi Muhammad saw.
Dalam upacara Sekaten tersebut disuguhkan gamelan pusaka peninggalan
dinasti Majapahit yang telah dibawa ke Demak. Suguhan ini sebagai
pertanda bahwa dalam berdakwah para wali mengemasnya dengan menjalin
kedekatan kepada msyarakat.
5. Tradisi Grebeg.
Tradisi untuk mengiringi para raja atau pembesar kerajaan. Grebeg
pertama kali diselenggarakan oleh keraton Yogyakarta oleh Sultan
Hamengkubuwono ke-1. Grebeg dilaksanakan saat Sultan memiliki hajat
dalem berupa menikahkan putra mahkotanya. Grebek di Yogyakarta di
selenggarakan 3 tahun sekali yaitu:
Pertama grebek pasa-syawal diadakan setiap tanggal 1 Syawal bertujuan
untuk menghormati Bulan Ramadhan dan Lailatul Qadr.
Kedua grebeg besar, diadakan setiap tanggal 10 dzulhijjah untuk
merayakan hari raya kurban.
Ketiga grebeg maulud setiap tanggal 12 Rabiul awwal untuk memperingati
hari Maulid Nabi Muhammad saw. Selain kota Yogyakarta yang
menyelenggarakan pesta grebeg adalah kota Solo, Cirebon dan Demak.
6. Tradisi Grebeg Besar di Demak
Tradisi Grebeg Besar merupakan upacara tradisional yang setiap tahun
dilaksanakan di Kabupaten Demak Jawa Tengah. Tradisi ini dilaksanakan
pada tanggal 10 Dzulhijjah bertepatan dengan datangnya Hari Raya Idul
Adha atau Idul Kurban. Tradisi ini cukup menarik karena Demak merupakan
pusat perjuangan Walisongo dalam dakwah.
Pada awalnya Grebeg Besar dilakukan tanggal 10 Dzulhijjah tahun 1428
Caka dan dimaksudkan sekaligus untuk memperingati genap 40 hari
peresmian penyempurnaan Masjid Agung Demak. Mesjid ini didirikan oleh
Walisongo pada tahun 1399 Caka, bertepatan 1477 Masehi. Tahun berdirinya
masjid ini tertulis pada bagian Candrasengkala “Lawang Trus Gunaning
Janmo”.
Pada tahun 1428 tertulis dalam Caka tersebut Sunan Giri meresmikan
penyempurnaan masjid Demak. Tanpa diduga pengunjung yang hadir sangat
banyak. Kesempatan ini kemudian digunakan para Wali untuk melakukan
dakwah Islam. Jadi, tujuan semula Grebeg Besar adalah untuk merayakan
Hari Raya Kurban dan memperingati peresmian Masjid Demak.
7. Tradisi Kerobok Maulid di Kutai dan Pawai Obor di Manado.
Di kawasan Kedaton Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur, juga
diselenggarakan tradisi yang dinamakan Kerobok Maulid. Istilah Kerobok
berasal dari Bahasa Kutai yang artinya berkerubun atau berkerumun oleh
orang banyak. Tradisi Kerobok Maulid dipusatkan di halaman Masjid Jami’
Hasanuddin, Tenggarong. Tradisi ini dilaksanakan dalam rangka
memperingati kelahiran Nabi Muhammad saw., tanggal 12 Rabiul Awwal.
Kegiatan Kerobok Maulid ini diawali dengan pembacaan Barzanji di Masjid
Jami’ Hasanudin Tenggarong. Kemudian dari Keraton Sultan Kutai, puluhan
prajurit Kesultanan akan keluar dengan membawa usung-usungan yang berisi
kue tradisional, puluhan bakul Sinto atau bunga rampai dan Astagona.
Usung-usungan ini kemudian dibawa berkeliling antara Keraton dan Kedaton
Sultan dan berakhir di Masjid Jami’ Hasanuddin. Kedatangan prajurit
keraton dengan membawa Sinto, Astagona dan kue-kue di Masjid Hasanudin
ini akan disambut dengan pembacaan Asrakal yang kemudian
membagi-bagikannya kepada warga masyarakat yang ada di dalam Masjid.
Akhir dari upacara Kerobok ini ditandai dengan penyampaian hikmah maulid
oleh seorang ulama.
Lain di Kutai lain pula di Manado. Untuk memperingati Maulid nabi
Muhammad saw. warga muslim di Kota Manado, Sulawesi Utara, menggelar
tradisi pawai obor. Obor yang dibawa berpawai oleh ribuan warga membuat
jalan-jalan di Kota Manado terang. Bagi warga muslim setempat pawai obor
sudah jadi tradisi dan dilaksanakan turuntemurun sebagai simbol
penerangan. Lebih lanjut simbol penerangan itu bermakna bahwa kelahiran
Nabi Muhammad saw. adalah membawa ajaran yang menjadi cahaya penerang
iman saat manusia hidup dalam kegelapan dan kemusyrikan.
8. Tradisi Rabu Kasan di Bangka.
Tradisi Rabu Kasan dilaksanakan di Kabupaten Bangka setiap tahun,
tepatnya pada hari rabu terakhir bulan Safar. Hal ini sesuai dengan
namanya, yakni Rabu Kasan berasal dari Kara Rabu Pungkasan (terakhir).
Upacara Rabu Kasan sebenarnya tidak hanya dilakukan di Bangka saja,
tetapi juga di daerah lain, seperti di Bogor Jawa Barat dan Gresik Jawa
Timur. Pada dasarnya maksud dari tradisi ini sama, yaitu untuk memohon
kepada Allah Swt. agar dijauhkan dari bala’ (musibah dan bencana).
Di Kabupaten Bangka, tradisi ini dipusatkan di desa Air Anyer, Kecamatan
Merawang. Sehari sebelum upacara Rabu Kasan di Bangka diadakan, semua
penduduk telah menyiapkan segala keperluan upacara tersebut seperti
ketupat tolak balak, air wafak, dan makanan untuk dimakan bersama pada
hari Rabu esok hari.
Tepat pada hari Rabu Kasan, kira-kira pukul 07.00 WIB semua penduduk
telah hadir di tempat upacara dengan membawa makanan dan ketupat tolak
bala sebanyak jumlah keluarga masing-masing.
Acara diawali dengan berdirinya seseorang di depan pintu masjid dan
menghadap keluar lalu mengumandangkan adzan. Lalu disusul dengan
pembacaan doa bersama-sama. Selesai berdoa semua yang hadir menarik atau
melepaskan anyaman ketupat tolak balak yang telah tersedia tadi, satu
persatu menurut jumlah yang dibawa sambil menyebut nama keluarganya
masing-masing.
Kemudian dilanjutkan dengan acara makan bersama. Setelah itu,
masing-masing pergi mengambil air wafak yang telah disediakan untuk
semua angngota keluarganya. Setelah selesai acara ini mereka pulang dan
bersilahturahmi ke rumah tetangga atau keluarganya.
9. Tradisi Dugderan di Semarang.
Tradisi dugderan merupakan tradisi khas yang dilakukan oleh masyarakat
Semarang, Jawa Tengah. Tradisi Dugderan dilakukan untuk menyambut
datangnya bulan puasa. Dugderan biasanya diawali dengan pemberangkatan
peserta karnaval dari Balaikota Semarang.
Ritual dugderan akan dilaksanakan setelah shalat Asar yang diawali
dengan musyawarah untuk menentukan awal bulan Ramadan yang diikuti oleh
para ulama. Hasil musyawarah itu kemudian diumumkan kepada khalayak.
Sebagai tanda dimulainya berpuasa dilakukan pemukulan bedug. Hasil
musyawarah ulama yang telah dibacakan itu kemudian diserahkan kepada
Kanjeng Gubernur Jawa Tengah. Setelah itu Kanjeng Bupati Semarang
(Walikota Semarang) dan Gubernur bersama-sama memukul bedug kemudian
diakhiri dengan doa.
10. Tradisi atau Budaya Tumpeng.
Tumpeng adalah cara penyajian nasi beserta lauk-pauknya dalam bentuk
kerucut. Nasi tumpeng umumnya berupa nasi kuning, atau nasi uduk. Cara
penyajian nasi ini khas Jawa atau masyarakat Betawi keturunan Jawa, dan
biasanya dibuat pada saat kenduri atau perayaan suatu kejadian penting.
Meskipun demikian, budaya tumpeng sudah menjadi tradisi nasional bangsa
Indonesia. Tumpeng biasa disajikan di atas tampah (wadah tradisional)
dan dialasi daun pisang. Ada tradisi tidak tertulis yang menganjurkan
bahwa pucuk dari kerucut tumpeng dihidangkan bagi orang yang dituakan
dari orang-orang yang hadir. Ini dimaksudkan untuk menunjukkan rasa
hormat kepada orang tersebut. Saat ini budaya tumpeng sudah menjadi
tradisi nasional bangsa Indonesia.
Disalin dari : https://www.bacaanmadani.com/2018/02/10-contoh-tradisi-islam-di-nusantara.html
Terima kasih sudah berkunjung.
Disalin dari : https://www.bacaanmadani.com/2018/02/10-contoh-tradisi-islam-di-nusantara.html
Terima kasih sudah berkunjung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar